Rabu, 27 Juni 2012

Pentingkah Pendidikan Agama bagi moral anak???

BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pada dasarnya manusia itu sendiri ingin berbuat yang terbaik, tetapi dalam kehidupannya yang serba maju dimana anak-anak kita sudah banyak terpengaruh budaya luar, sehingga banyak anak usia sekolah yang mengalami perubahan akhlak. Selain itu akhir-akhir ini terutama remaja menjadi fenomenal untuk dikaji dan diteliti oleh banyak kalangan khususnya dalam persoalan moral dan perilakunya, ada perbedaan moral dan sikap yang dimiliki oleh remaja pada masa sekarang dengan remaja pada masa dahulu. Remaja pada masa dahulu lebih mengedepankan moral dan sikapnya dibandingkan dengan ego (nafsu), sehingga muncul dalam pola tindaknya kesopanan dalam bergaul, menghormati orang yang lebih tua, memiliki tutur kata yang lembut dan lain sebagainnya. Tetapi sebaliknya, remaja pada masa sekarang lebih mengedepankan egonya dari pada nilai moral dan sikap, sehingga yang muncul adalah sikap mau menang sendiri, tidak mau disalahkan meskipun dalam keadaan yang bersalah dan tidak mau menghormati orang lain.
Terjadinya perbedaan pola sikap dan pola tindak remaja masa sekarang dengan remaja masa dahulu tidak terlepas dari pengaruh globalisasi. Dalam kehidupan bermasyarakat arti sebuah moral sangat penting. Dalam kehidupan sehari-hari seorang anak dapat dikatakan bermoral apabila dalam menjalani kehidupannya ia mengenal yang disebut dengan adat istiadat, kebiasaan, peraturan/ norma-norma, nilai-nilai atau tata cara dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua memegang peranan penting dalam melaksanakan pendidikan agama dirumah. Namun yang lebih penting orang tua diharapkan dapat menjadi teladan dalam segala hal. Karena kita tahu bahwa anak-anak adalah harapan kita semua sebagai generasi penerus Bangsa. Apabila akhlak anak-anak kita rusak, apa yang kita harapkan dari mereka melainkan kehancuran. Oleh sebab itulah untuk menghindarkan hal-hal yang tidak kita inginkan, maka mulai usia dini perlu kita tanamkan pengisian akhlak kepada anak-anak agar mereka menjadi pemimpin Bangsa yang beriman. Akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan dibiasakan oleh karena itu ajaran agama diajarkan secara bertahap, juga harus diikuti secara terus menerus bentuk pengalamannya, baik disekolah maupun diluar sekolah.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan Agama. Keberhasilan pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama, tetapi semuanya menjadi tanggung jawab kita bersama. Agar akhlak anak sebagai pemimpin bangsa nantinya akan berhasil membangun tanah airnya untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

B.       Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan makalah ini lebih ditekankan pada melihat dan mengukur seberapa pentingnya pendidikan agama bagi anak usia dini dalam mengembangkan moralitas anak tersebut.

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Karya Tulis ini adalah sebagai berikut :
-        Sebagai suatu keharusan bagi mahasiswa program SI PGSD guna memenuhi sebagian dari tugas dosen.
-                Untuk menyadarkan kita para orang tua dan masyarakat bahwa pendidikan agama itu sangat penting bagi anak usia sekolah dasar agar mereka menjadi anak yang memiliki akhlakul karimah.
-                Menambah wawasan kami dalam hal pendidikan, khususnya mengenai perkembangan nilai, moral, dan sikap remaja. Hal ini sangat penting khususnya bagi calon pendidik yang nantinya akan terjun ke dalam dunia pendidikan guna memahami berbagai permasalahan yang berkaitan dengan peserta didik.

D.      Manfaat
Dalam kaitan dengan betapa pentingnya peranan pendidikan agama  penyusun mencoba untuk mendiskripsikan dalam bentuk tulisan tentang pemahaman pendidikan agama ini dan perkembangan moral. Secara lebih spesifik, tulisan ini bermanfaat:
1.                     Bagi pemerintah Indonesia
Makalah ini bermanfaat untuk memberikan inovasi baru dalam dunia pendidikan khususnya lembaga pendidikan sekolah  mengenai dijadikannya pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran pengembangan moral di sekolah.
2.        Bagi mahasiswa calon guru sekolah dasar
Makalah ini bermanfaat menambah wawasan mengenai pembentukan moral anak usia dini.
3. Bagi pembaca
Makalah ini bermanfaat menambah pengetahuan bagi pembaca.

















BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Pendidikan Agama
1. Definisi Pendidikan Agama
Menurut bahasa, pendidikan berasal dari kata “didik” yang artinya melatih atau mengajar dan mendapat awalan pen- dan akhiran-an. Dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah Paedagodie yang berarti pergaulan dengan anak-anak sedangkan menurut Istilah Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Sedangkan menurut terminologi agama adalah suatu tata kepercayaan atas adanya yang Agung diluar manusia, dan suatu tata penyembahan kepada yang Agung tersebut, serta suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Alam yang lain, sesuai dengan tata kepercayaan dan tata penyembahan tersebut. Selain itu  Pendidikan Agama seperti yang dijelaskan pada undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 30 BAB IV menjelaskan bahwa pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menajdi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli ilmu agama.
Berdasarkan pengertian umum tersebut, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam,  Zakiyah Darajat dan kawan-kawan (2000) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam adalah : “Suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam ajaran agama secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia  dan akhirat kelak.
Kemudian dalam edaran Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri (1999) mengartikan bahwa “Pendidikan Agama adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalakan agama melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan adalah menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional”.

2. Memahami Pentingnya Pendidikan Agama
Pelaksanaan pendidikan agama yang diberikan bukan hanya menjadikan manusia yang pintar dan trampil, akan tetapi jauh daripada itu adalah untuk menjadikan manusia yang memiliki moral dan akhlakul karimah. Dengan moral dan akhlakul karimah yang dimilikinya akan mampu mengarahkan minatnya untuk terus belajar mencari ilmu.
Pada akhirnya tujuan pendidikan itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dalam al-Qur’an sudah terang dikatakan bahwa manusia itu diciptakan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an Surat Adz-zariyat : 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku”.
Pendidikan yang paling utama untuk diberikan kepada sang anak adalah pendidikan agama, karena agama inilah yang akan membimbingnya untuk senantiasa berada didalam jalan kebaikan. Dan dengan dia mengetahui tentang agamanya, maka dia akan mengetaui tentang tujuan dia hidup di dunia ini.
Oleh karena itu, hendaknya pendidikan yang pertama kali diberikan kepada sang anak adalah mendidiknya untuk mengenal tentang aqidah yang benar, karena aqidah ini merupakan pondasi bagi amalan-amalan yang akan dikerjakannya.
Pendidikan agama mempunyai peranan dalam perkembangan moral dan mental anak diantaranya:
Ø  Peranan Pendidikan Agama dalam Mempengaruhi Kesehatan Mental Anak.
Sebagai sebuah disiplin ilmu semakin hari semakin dirasakan pentingnya pendidikan agama bagi anak, dan harus dipahami dan dimengerti secara tepat dasar dan tujuan psikologi agama tersebut. Karena dapat terlihat betapa longgarnya orang berpegangan kepada agama, sehingga banyak orang hidup menderita batin disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan agama yang mereka miliki.
Dengan demikian, jelas kita harus mendidik anak dengan pendidikan agama, sejak anak tumbuh dalam kandungan sampai bayi lahir hingga dewasa, masih perlu kita bimbing.
Perkembangan pendidikan agama bagi anak, pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, disekolah dan dalam masyarakat. Lingkungan banyak membentuk pengalaman yang bersifat religius, (sesuai dengan ajaran agama) karena semakin banyak unsur agama maka sikap, tindakan dan kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajarana agama.
Setiap orang tua dan semua guru ingin membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal maupun yang non formal. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun prilaku yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
Masa pendidikan di usia dini merupakan kesempatan pertama yang sangat baik, untuk membina pribadi anak setelah orang tua, pendidikan merupakan dasar pembinaan pribadi dan mental anak. Apabila pembinaan pribadi dan mental anak terlaksana dengan baik, maka si anak anak memasuki masa remaja dengan mudah dan pembinaan pribadi dimasa remaja itu tidak akan mengalami kesulitan.
Anak-anak akan bersifat sama sopan dan hormatnya kepada orang lain seperti kita kepada mereka, jika dibesarkan dilingkungan rumah dimana mereka diperlakukan dengan penuh kewibawaan, kebaikan hati dan rasa hormat, akan besar pengaruhnya terhadap cara mereka memperlakukan orang lain. Mereka akan sampai kepada keyakinan bahwa begitulah cara mereka harus memperlakukan orang lain. Mereka juga cenderung memperlakukan kita dengan cara melihat kita memperlakukan orang lain diluar keluarga.
Pendidikan agama memberikan hari dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Karena pendidikan agama islam memelihara anak-anak supaya melalui jalan yang lurus dan tidak menuruti hawa nafsu yang menyebabkan nantinya jatuh ke lembah kehinaan dan kerusakan serta merusak kesehatan mental anak. Pendidikan agama mempunyai kedudukan tinggi dan paling utama, karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak dan kesehatan mental anak serta mengangkat mereka ke derajat yang lebih tinggi serta berbahagia di dunia dan tenang kehidupannya.

3.  
Peran Orang Tua (Keluarga) dalam Pendidikan Anak
Orang tua dan anak-anak pada umumnya memiliki hubungan yang sangat erat baik secara fisik dan emosional. Hubungan semacam ini membuat anak-anak merasa aman dan dicintai. Peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya di lingkungan keluarga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena keluarga merupakan tempat pertumbughan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Pendidikan dan bimbingan dimulai sejak usia dini tujuannya adalah membuat anak memiliki kepribadian yang Islami, dengan karakter dan moral yang baik, prinsip-prinsip Islam yang kuat, memiliki sarana untuk menghadapi tuntutan hidup dengan cara yang matang dan bertanggung jawab.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak adalah sabda Rasulullah Saw. Yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi. Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.
Secara umum, dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orangtua dalam mendidik anak:
• Orang tua perlu memahami tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya.
  Banyak menggali informasi tentang pendidikan anak.
  Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
 Sebelum mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat. Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal Al- Quran. Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan yang lain.
  Menjaga lingkungan si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak. Akan tetapi, dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas.
Pendidikan anak akan berhasil bila diwujudkan dengan mengikuti langkah-langkah kongkrit dalam hal penanaman nilai-nilai agama pada diri anak. Sehubungan dengan hal ini,  Abdurrah-man An-Nahlawi mengemukakan tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu:
a.        Dengan Hiwar (dialog)
Mendidik anak dengan hiwar (dialog) merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak harus ada pada setiap orang tua. Dengan hiwar, akan terjadi komunikasi yang dinamis antara orang tua dengan anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu, orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anaknya.
b.      Dengan Kisah
Kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya. Kalau kisah yang diceritakan itu baik, maka kelak ia berusaha menjadi anak baik, dan sebaliknya bila kisah yang diceritakan itu tidak baik, sikap dan perilakunya akan berubah seperti tokoh dalam kisah itu.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
c.       Dengan Keteladanan
Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku orang tuanya buruk, maka biasanya anaknya meniru hal-hal buruk pula. Dengan demikian, keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam mendidik anak.
Atau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh dan bermoral, maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang.
d.      Dengan Latihan dan Pengamalan Anak shalih bukan hanya anak yang berdoa untuk orang tuanya.
Anak shalih adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran agama, seorang anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran agama seperti agama islam dengan shalat, puasa, berjilbab bagi yang puteri, dan sebagainya. Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran agama, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan agama tersebut.
Dalam mendidik anak setidaknya ada dua macam kendala atau tantangan: yakni tantangan yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal. Sumber tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri, misalnya ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. Tuhan telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad). Tantangan eksternal mungkin bersumber dari lingkungan rumah tangga, misalnya interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya. Di samping itu peranan media massa sangat pula berpengaruh dalam perkembangan tingkah laku atau kepribadian anak. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat. Maka dari itu, peran pendidikan agama penting agar seorang anak tidak secara langsung menerima pengaruh-pengaruh yang buruk dari luar yang menyebabkan sikap dan tingkah lakunya menjadi buruk pula. Disinilah peran orang tua juga penting agar mereka dapat membatasi anak-anaknya dalam memilih teman pergaulan sehingga sang anak tidak menjadi anak yang nakal.
Dalam pembelajaran moral pada anak pola asuh dan perlakuan orang-orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari menjadi ujung tombak untuk menjadikan anak memiliki moral yang baik dalam kehidupannya. Karena peranan orang tua dianggap paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral seorang anak dalam hal ini dapat dilihat dari perbedaan perkembangan seorang anak. Dalam hal ini dapat dilihat dari perbedaan perkembangan moral anak ditinjau dari persepsi pola asuh orang tua.
Dalam hal ini anak mulai menginternalisir moral-moral sebagaimana yang orang dewasa tunjukkan. Selama 5 tahun pertama dalam kehidupannya, ia telah mengamati bagaimana cara hidup orang dewasa menangani berbagai situasi. Perkembangan moral pada anak akhir-akhir ini bisa dikatakan menurun, hal ini bisa jadi disebabkan oleh pola asuh orang tua yang profektif yang justru akan membuat anak dewasa sebelum waktunya.
Pembelajaran moral anak yang sesungguhnya dapat dilihat dari 2 aspek yaitu pembelajaran moral dan pembelajaran perilaku pada diri individu anak. Akan tetapi pembelajaran konsep moral tidak menjamin timbulnya tingkah laku moral yang baik pada diri anak, karena tingkah laku moral tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh pengetahuan tentang konsep moral, tetapi juga ditentukan oleh banyak faktor, seperti tuntutan sosial, konsep pada diri anak itu sendiri, kaluarga, lingkungan disekitar tempat tinggalnya dan sebagainya. Salah satu faktor yang penting dalam menentunya dan sebagainya. Salah satu faktor yang penting dalam menentukan perilaku moral pada diri anak adalah kemampuan mengontrol perilakunya sendiri tanpa harus diawasi atau diingatkan oleh orang lain. Dengan adanya pengaturan ini, anak akan mampu menunjukkan bahwa dia mampu menahan perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dan hal itu hanya dapat dicapai pada diri anak yang mempunyai orang tua yang demokratis dan lingkungan keluarga yang harmonis.
Pendidikan agama merupakan dasar pembentukan pribadi anak. Oleh karena itu pembelaran nilai-nilai agama harus diterapkan sendiri mungkin bahkan saat anak masih dalam kandungan sang ibu, karena menurut pengamatan saya pada saat ibu yang sedang mengandung itu rajin sholat, membaca Al-Qur’an, rajin berdzikir, tidak malas dalam melakukan sesuatu maka insya Allah anak yang dilahirkn nanti akan menjadi anak yang rajin, pintar, cerdas dan gemar melakukan kebijakan. Akan tetapi hal itu juga harus diimbangi dengan penerapan nilai-nilai agama dan moral pada saat pertumbuhannya, untuk itu pembelajaran nilai-nilai agama dan moral harus ditunjukkan sejak awal tumbuh kembangnya anak agak kelak dikemudian hari saat ia sudah ada dilingkungan diluar dari keluarganya anak memiliki kesadaran-kesadaran sebagai berikut :
1. Kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Sikap sopan santun dan berkepribadian
3. Rasa cinta terhadap sesama
4. Menumbuhkan jiwa demokrasi.
5. Memiliki rasa, keadilan, kejujuran, kebenaran dan suka menolong orang lain.

4. Pembiasaan Pendidikan Agama Pada Anak
Sebagai orang tua atau seorang guru maka ia harus menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan yang sesuai dengan kemampuan, kepribadian dan perkembangan jiwa anak tersebut, karena adanya latihan dan pembiasaan anak akan terbiasa sehingga akan terbentuk seikap tertentu pada anak yang makin lama sikap ini makin kuat dan tak tergiyahkan karena telah menjadi bagian dari dalam diri pribadi anak tersebut.
Untuk membina anak agar memiliki sifat terpuji, tidak cukup hanya dengan penjelasan dan pengertian saja sulitnya bagi orang tua atau pendidik untuk menanamkan nilai-nilai terkandung dalam agama maka dengan melakukan pembiasaan dan latihan-latihan dan menolong para orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama pada anak karena dengan latihan dan pembiasaan anak cenderung untuk menerima segala apa yang baik dan meninggalkan segala yang buruk. Demikian pula dengan pendidikan agama, dari sejak kecil hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan yang bersifat agama diberikan kepada anak. Dalam melaksanakan pendidikan agama disekolah guru agama haruslah melaksanakan pendidikan agama sesuai dengan umur anak masing-masing, karena kesanggupan untuk mendengarkan penjelasan guru dan orang tua maupun orang dewasa bagi anak terbatas, bahwa apa yang diberikan oleh orang dewasa tidak cocok untuk diberikan kepada anak. Agar agama mempunyai arti bagi anak maka hendaklah disajikan dengan cara yang sesuai atau lebih dekat dengan kehidupan anak itu sehari-hari.
Pengalaman dan pendidikan agama yang anak dapat dari orang tuanya dirumah kemudian disempurnakan atau diperbaiki oleh guru agama disekolah, karena dirumahlah untuk pertama kali terbentuk unsur penting sikap atau tingkah laku anak terhadap agama.
Pembiasaan pendidikan agama terhadap anak harus dilakukan terus menerus sampai anak menjadi orang yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbakti kepada kedua orang tua, selain itu diajarkan menghafal do’a-do’a membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah atau di tempat ibadah mestinya dibiasakan sejak anak masih kecil, sehingga lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut, walau bagaimanapun pendidikan agama itu akan lebih mudah diterima dan difahami anak melalui latihan-latihan dan pembiasaan yang disesuaikan dengan kecerdasan masing-masing anak.
5.  Akibat Kurangnya Pendidikan Agama pada Anak

Khususnya terhadap para siswa Sekolah Dasar (SD) pendidikan agama sangat penting sebagai benteng sejak dini dari hal-hal yang tidak baik. Terlebih saat ini, realitas menunjukkan bahwa anak-anak usia dini sudah banyak terlibat dengan perilaku tidak baik, seperti tawuran, perilaku amoral/asusila, narkoba, pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain. Berdasarkan hasil survey Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Kita dan Buah hati menunjukkan bahwa 67% siswa SD pernah mengakses pornografi melalui media komik dan internet. Survey yang dilakukan meliputi 2.818 siswa SD kelas 4-6 di Indonesia sejak Januari 2008 s/d Februari 2010. Akibat labih jauh dari minimnya pendidikan agama sejak SD, maka perilaku menyimpang di usia SMP semakin meningkat. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7% remaja putri SMP di Indonesia sudah tidak perawan.
Hasil lain, ternyata 93.7% siswa SMP dan SMA pernah berciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi dan 97% remaja SMP dan SMA pernah melihat film porno. Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita untuk membekali anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) khususnya dengan dasar ilmu agama yang layak.

B.  Perkembangan Moral
1.   Perkembangan Moral Anak Usia Dini
Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto,  2005: 67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.

2.        Kondisi Moral Anak Usia Sekolah Dasar Saat Ini
Negara Indonesia sekarang ini sedang mengalami krisis moral. Moral anak-anak yang notabene adalah calon para penerus bangsa kini malah mulai tergerus oleh arus jaman, maka memang tidak salah bila ada pepatah orang tua yang mengatakan “Jaman siki jamane wong edan” yang artinya jaman sekarang memang jaman orang yang tidak normal,betapa tidak kini dengan mudah dijumpai anak – anak yang sangat tidak mencerminkan perilaku moral yang baik dan terpuji. Terdapat beberapa contoh ciri – ciri anak usia sekolah dasar yang memiliki moral rendah antara lain :
a. Tidak patuh terhadap orang tuanya
Salah satu ciri anak yang tingkat moralitasnya menurun yaitu anak tersebut tidak patuh pada orang tuanya. Tidak patuh disini berarti tidak mau menerima perintah orang tua untuk menjalankan perilaku terpuji. Contohnya anak yang diperintah untuk mengetuk pintu dan mengucapkan salam bila memasuki rumah, namun anak tersebut tetap teguh pendirian untuk tidak mau melaksanakannya .
b. Berperilaku kasar
Namun saat sekarang ini banyak sekali anak yang hyperaktif sehingga anak tersebut kurang dapat mengendalikan emosinya, hyperaktif disini dimaksudkan anak – anak bertindak pada perilaku – perilaku negative yang biasanya mereka terima dari pengaruh lingkungannya karena sistem pikiran anak usia 7 – 12 tahun masih pada tahapan imitasi.
Perilaku negative anak dapat ditujukan contohnya saat ini terdapat anak yang sering terlibat perkelahian dan adu mulut dengan teman sebayanya, berani membentak orang tua, berbicara dengan kata – kata kasar.
c. Acuh tak acuh pada pelajaran
Salah satu contoh ciri – ciri anak yang memiliki keterbelakangan moral rendah yaitu acuh tak acuh pada pelajaran yang mereka terima. Biasanya guru – guru sekolah dasar menyebut mereka sebagai anak yang sulit diatur. Untuk dapat mengatasinya diperlukan suatu motivasi yang memberikan mereka kesadaran akan pentingnya pendidikan dan para pendidik harus mampu mengkondisikan pelajaran yang menyenangan bagi anak agar anak dapat mengikuti dengan baik walaupun anak tersebut sulit diatur sekalipun.
d..Bersikap seperti orang dewasa
Saat ini banyak sekali kasus – kasus pada anak usia sekolah menyangkut perilaku seks yang seharusnya belum mereka ketahui saat masih dini. Kebrobokan moral yang menyangkut seksualitas anak usia dini ini merupakan dampak negative dari media – media yang tersebar dilingkungan anak.
Contoh media tersebut antaralain televisi yang menampilkan adegan – adegan percintaan yang seharusnya tidak perlu diekspos secara gamblang, media telefon genggam yang seringkali terdapat video atau gambar – gambar porno
3. Konsep-konsep Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Menurut Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.36), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus, dan komprehensif.  Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan berperilaku dalam keluarga dan sekolah.
a. Pengembangan berperilaku yang baik dimulai dari dalam keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.
Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah dkk. (2007: 8.38 – 8.41), ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.
1)    Moralitas penghormatan
Hormat merupakan kuci utama untuk dapar hidup harmonis dengan masyarakat. Moralitas penghormatan mencakup:
a)    Penghormatan kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak terlibat dalam perilaku yang merugikan diri sendiri.
b)    Penghormatan kepada sesame manusia meskipun berbeda suku, agama, kemampuan ekonomi, dst.
c)    Penghormatan kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan.
2)     Perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahap
Anak-anak tidak bisa langsung berkembang menjadi manusia yang bermoral, tetapi memerlukan waktu dan proses yang terus menerus, dan memerlukan kesabaran orang tua untuk melakukan pendidikan tersebut.
3)     Mengajarkan prinsip menghormati
Anak-anak akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa pihak lain menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati anaknya. Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan menghargai pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.
4)    Mengajarkan dengan contoh
Pembentukan perilaku pada anak mudah dilakukan melalui contoh. Oleh karena itu contoh nyata dari orang tua bagaimana seharusnya anak berperilaku harus diberikan. Selain itu, orang tua juga bisa membacakan buku-buku yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral. Orang tua hendaknya mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton anaknya, jangan sampai acara yang disukai anak adalah acara yang berpengaruh buruk pada perkembangan moralnya.
5)     Mengajarkan dengan kata-kata
Selain mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan kata-kata apa yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta dikatakan sebagai tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya kepadanya.
6)     Mendorong anak unruk merefleksikan tindakannya
Ketika anak telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan adiknya sehingga adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak lain yang merebut mainannya, apa reaksinya.
7)     Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab
Anak-anak harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu peduli pada sesamana. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian tanggung jawab.
8)     Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrol
Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan moral anak.  Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang akan dilakukannya namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.
9)     Cintailah anak, karena cinta merupakan dasar dari pembentukan moral
Perhatian dan cinta orang tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan karakter yang baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka mereka juga belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.
10)     Menciptakan keluarga bahagia
Pendidikan moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha menjadikan anak menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak mendapatkan pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha mewujudkan keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua sehubungan dengan erkembangan moral anaknya.
b.  Pengembangan kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah
Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi 2004) dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.41 – 8.42), bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pada taman kanak-kanak. Menurut Schweinhart (Siti Aisyah dkk., 2007: 8.42), pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.
Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi (Siti Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1)  Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.
2)  Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.
3)  Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.
4)   Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.

4.  Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).
1.    Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.
2.    Strategi Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.
3.    Strategi Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.
Secara umum ada berbagai teknik yang dapat diterapkan untuk mengembangkan moral anak usia dini. Menurut Wantah (2005: 129) teknik-teknik dimaksud adalah: 1. membiarkan, 2. tidak menghiraukan, 3. memberikan contoh (modelling), 4. mengalihkan arah (redirecting), 5. memuji, 6. mengajak, dan 7. menantang (challanging).

BAB III
PEMBAHASAN
A.     Deskripsi Data
Membahas masalah moral, disini kami mempunyai beberapa berita yang kami unduh dari beberapa media cetak online, diantaranya:
1.     Atasi Tawuran, Menag Tingkatkan Pendidikan Agama
INILAH.COM, Jakarta - Menteri Agama Suryadharma Ali menilai maraknya aksi tawuran dikarenakan kurangnya pendidikan Agama. Oleh sebab itu, Kementerian Agama berencana akan meningkatkan pendidikan agama masyarakat.
Tawuran itukan karena ada egoisme kampung, gang. Ada satu anak gang dicolek terasa seperti seluruhnya. Jangan sampai seperti itu, ujar Suryadharma di Kantor Presiden, Senin (25/7/2011).
Untuk mencegah aksi tawuran itu, sambung Suryadharma Ali, perlu pelajaran agama yang baik. Karenanya Menag berencana akan kembali meningkatkan pendidikan agama masyarakat. Salah satu solusinya adalah pelajaran agama yang lebih baik. Karena agama itu mengajarkan akhlak, sopan santun, toleransi, dan lain-lain, ujar Suryadharma.
 Ketua Umum PPP ini juga mengatakan masyarakat sekarang ini banyak yang tidak memiliki pemahaman keagamaan. Kita lihat di masjid-masjid, mushola, rumah-rumah kebiasaan masa lalu, mengaji sudah jarang lagi, ujarnya. Oleh karenanya, kata Suryadharma Ali, pemerintah dalam hal ini Menag akan menggalangkan kembali masyarakat magrib mengaji. Selain itu, dalam rangka menanamkan pengetahuan agama lebih baik, Menag akan melaksanakan program nasional pesantren kilat.
Madrasah yang tidak memiliki pondok pesantren bisa mengadakan pesantren kilat di bulan Ramadan. Mudah-mudahan pengetahuan agama lebih dalam, tidak mudah dimasuki paham agama yang keras untuk menangkal radikalisme, ujarnya......................

2.      Agama dan Pemberantasan Korupsi
Negeri ini tidak pernah sepi dari kasus-kasus korupsi, bahkan korupsi nyaris tidak bisa dimusnahkan. Kasus korupsi paling mutakhir adalah kasus Nazaruddin dengan koleganya. Kasus mantan bendahara umum Partai Demokrat (PD) ini tidak hanya mencengangkan, tetapi juga memuakkan. Ia merendahkan akal sehat dan martabat kita sebagai bangsa yang bermartabat.
Masalah korupsi di negeri ini memang tidak pernah surut. Korupsi merupakan fenomena kompleks dan sering kali muncul dalam banyak wajah (multifaceted phenomenon) dengan sebab dan akibat yang juga beragam. Dari kompleksitas tersebut, korupsi dapat dipahami bukan lagi merupakan persoalan yang terkait dengan problem struktural, baik politik maupun ekonomi, melainkan juga terkait erat dengan problem moral, individu, dan agama.
Namun demikian, walaupun korupsi di negeri ini sudah mewabah, masyarakat kita tidak melihat bahwa korupsi tersebut merupakan permasalahan yang krusial dan urgen untuk ditanggulangi. Malahan sebagian masyarakat mulai menyerap ide-ide tindakan korupsi. Pintu toleransi masyarakat terhadap tindakan korupsi semakin hari semakin meningkat. Padahal, semestinya sebagai masyarakat yang beragama tentunya bisa menyadari hal itu, bahwa tindakan korupsi adalah perbuatan yang dilarang oleh agama dan perlu dilawan.
Lemahnya pengawasan
Setidaknya berbagai kasus korupsi yang terus mencuat di negeri ini dapat dibaca dari beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya tindakan korupsi itu terus berlanjut. Pertama, pengawasan pembangunan yang tidak efektif. Selain tidak seimbangnya gaji dan keperluan, pengawasan pembangunan praktis nyaris tidak berjalan padahal pengawasan itulah yang menentukan berlaku atau tidaknya korupsi. Kita sering mendengarkan korupsi di berbagai proyek pembangunan yang merugikan negara sampai miliaran rupiah. Kasus pembangunan wisma atlet SEA Games, misalnya, merupakan bukti kecil betapa lemahnya sistem pengawasan pembangunan kita sehingga merugikan bangsa dan negara dalam jangka yang cukup lama.
Kedua, lemahnya resistensi masyarakat terhadap pelbagai stimulus yang memberi andil tehadap tindak korupsi. Para pemimpin agama “lemah” dalam mengampanyekan gerakan antikorupsi secara intensif.
Dan yang ketiga, dalam kaitannya dengan keberagaman, telah terjadi spilt of religiosity di kalangan para pemeluk agama akibat dari model pendidikan agama yang telalu menekankan segi simbolis dan formalisme. Keberagaman individu dalam masyarakatpun tampaknya mengalami keterbelahan. Banyak pelaku korupsi adalah orang-orang yang rajin berdoa dan taat dalam memenuhi aturan agama.
Keempat, masyarakat kurang mempunyai daya tahan dan daya lawan terhadap situasi dan kondisi yang menyuburkan korupsi, seperti birokrasi yang berbelit dan tidak transparan. Tidak sedikit serah terima uang tanpa kuitansi terkait dengan urusan birokrasi dalam kemasyarakatan dan tidak ada pula yang menyerukan serta berani melawan hal itu.
Bila keempat penyebab timbulnya tindakan korupsi tersebut tidak segera ditemukan langkah-langkah progresif pemberantasan yang sistematis, problem ini tentunya akan sangat membahayakan. Mengingat tingkat toleransi masyarakat terhadap korupsi kian meningkat, seiring dengan tidak adanya kesadaran yang tertanam dalam diri kehidupannya masyarakat.
Peran agama
 Lalu yang menjadi pertanyaan kemudian, dimanakan peran agama dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol dan petunjuk bagi kehidupan masyarakat? Sehubungan dengan ini, kalangan umat beragama di negeri ini membangun koalisi untuk menggemakan kembali peran profetik agama, khususnya masalah yang terkait dengan korupsi. Yakni dengan mengembangkan kembali sikap antikorupsi secara komprehensif, strategis, sistematis, dan masif.
Selain di luar agenda penegakan hukum, korupsi semestinya ditempatkan sebagai salah satu agenda moral masyarakat. Dalam hal ini pemberantasan korupsi tidak saja bersifat kuratif, dengan cara memberikan hukuman setimpal kepada para pelaku tindakan kejahatan korupsi. Lebih jauh dari itu, langkah-langkah pemberantasan korupsi mesti mencakup upaya-upaya preventif dan preservatif.
Upaya preventif yang dimaksudkan di sini adalah upaya memotong jalur sosialisasi nilai-nilai korupsi ke bawah sadar masyarakat. Artinya, nilai-nilai yang memberikan toleransi kepada tindak korupsi harus dipangkas habis, dengan cara memasukkan wacana tandingan. Sedangkan upaya preservatif dimaksudkan untuk memberikan serangkaian perlindungan dan kemampuan resistensi bagi individu ataupun elemen-elemen sosial yang lebih besar yang telah menyerap nilai-nilai antikorupsi.
Di sini, salah satu institusi sosial yang diharapkan dapat memberikan peran efektif bagi pemberantasan korupsi adalah agama. Harapan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, secara historis agama telah menunjukkan kemampuannya dalam memobilitas warganya untuk mencapai tujuan-tujuan positif. Agama, antara lain telah menunjukkan kekuatannya terutama dalam pembebasan bangsa dari belenggu kolonialisme dan “penjajahan” orde baru.
Kedua, secara normatif seluruh agama mengutuk segala tindakan korupsi. Agama merupakan kekuatan moral yang oleh para pemeluknya diyakini bersumber dari the Ultimate Truth. Kekuatan moral ini memberikan batas yang dasarnya bukan sekadar kekuatan moral namun juga kekuatan sosial dalam pengertiannya sebagai lembaga.
Dalam konteks yang demikian, posisi agama mestinya memiliki daya tawar yang cukup kuat terhadap kekuasaan yang korup. Bahwa kesetiaan umat beragama terhadap negara harus dikembangkan. Apakah penyelenggaraan negara sesuai dengan prinsip-prinsip dasar moral, sebagian ditegaskan dalam ajaran agama. Peran agama inilah yang perlu diintegrasikan dalam kehidupan masyarakat dalam rangka mendukung pemberantasan korupsi.
Sumber: Harian Joglo Semar

2. Pembahasan
                    Dari beberapai berita diatas terdapat point penting mengenai pendidikan agama dan perkembangan moral. Jelaslah bahwa pendidikan agama merupakan pendidikan yang harus diberikan kepada anak pertama kali. Melalui pendidikan ini di mungkinkan anak dapat membentengi segala tindakan negative yang akan dilakukan oleh anak.
Seperti yang dapat saya kutip dari berita tentang tawuran di atas yakni “ Untuk mencegah aksi tawuran itu, sambung Suryadharma Ali, perlu pelajaran agama yang baik. Karenanya Menag berencana akan kembali meningkatkan pendidikan agama masyarakat. Salah satu solusinya adalah pelajaran agama yang lebih baik. Karena agama itu mengajarkan akhlak, sopan santun, toleransi, dan lain-lain, ujar Suryadharma.” Mentri agama pun mendukung penuh agar pendidikan agama bisa dijadikan pendidikan utama baik di sekolah maupun masyarakat. 
Begitupun yang dapat kami kutip dari berita ke dua yang di tulis oleh Imam Nawawi (Peneliti pada Ethic of Counsciousness Community, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ) bahwa “Di sini, salah satu institusi sosial yang diharapkan dapat memberikan peran efektif bagi pemberantasan korupsi adalah agama. Harapan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, secara historis agama telah menunjukkan kemampuannya dalam memobilitas warganya untuk mencapai tujuan-tujuan positif.”
Berdasarkan dua kutipan berita tersebut Di sini terlihat pendidikan begitu penting dalam membentuk kepribadian termasuk moral. Hal tersebut akan semakin nyata jika sekolah sebagai lembaga pendidikan berupaya menanamkan dan mengembangkan moral anak dengan melalui pendidikan agama.
A.  Solusi
  1. Bagi orang tua
Begitu besar fungsi dan peran orang tua sehingga ia mampu membentuk moral anak-anak mereka. Setiap bayi yang dilahirkan membawa membawa potensi beragam, namun bentuk perilaku yang akan muncul tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh orang tua mereka. Sehingga tepatlah kalau dikatakan pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan moral anak. Pendidikan tersebut kemudian ditambah dan disempurnakan di sekolah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan keluarga. Maka dalam hal ini pengetahuan dan penentuan sekolah yang tepat bagi anak dalam rangka membentuk dan mengembangkan moral anak adalah sangat penting. Mungkin saja yang berasal dari keluarga yang taat beragama akan menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah agama. Yang jelas lembaga pendidikan tersebut akan memberi pengaruh dalam membentuk moral anak tersebut.
Selain itu didalam memberikan latihan-latihan dan pembiasaan agama pada anak maka orang tua atau seorang pendidik hendaklah terlebih dahulu menciptakan suasana yang disenangi anak sehingga dengan demikian akan memudahkan pertumbuhan dan perkembangan agama pada anak.

  1. Bagi lembaga pendidikan formal
Mengingat pentingnya penanaman moral bagi peserta didik, ada beberapa usulan agenda pendidikan bermuatan moral yang harus segera direalisasikan: Pendidikan harus berdasarkan nilai-nilai agama, budaya, dan adat istiadat bangsa yang bernilai luhur. Nilai-nilai ini ditanamkan (diinternalisasikan) ke dalam diri peserta didik harus secara komprehensif dan melekat dalam setiap mata pelajaran. Dalam setiap mata pelajaran seharusnya ada pesan nilai dan moral tersebut untuk kemudian dihayati dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun pendidikan agama yang diajarkan di sekolah hendaknya tidak hanya berupa pemberian pengetahuan agama. Akan tetapi lebih luas daripada itu yaitu menggugah perasaan/emosi anak, sehingga nilai-nilai agama akan lebih tertanam dan dihayati oleh anak didik.




























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A.      Kesimpulan
Sekarang merupakan saat yang tepat untuk memulai memformat kembali pola pendidikan yang sudah berjalan. Rencana dan realisasinya bukan semata-mata beroritentasi pada materi pelajaran dan kognisi, melainkan juga perhatian dan stimulasi terhadap asfek non kongnisi antara lain berupa, kecerdasan moral, emosi dan spiritual.
Pendidikan agama yang diberikan kepada anak hendaklah secara keseluruhan atau seutuhnya, mulai dari pemberian pengetahuan, pembinaan, sikap, dan kepribadi-annya sampai kepada pembinaan tingkah laku (akhlak) sesuai dengan ajaran agama. Dengan pendidikan agama ini diharapkan tercipta suatu menifestasi riil yang tercermin dalam perilaku bermoral. Agama menjadi kepribadian anak dimana segala sikap, tindakan, perbuatan, dan perkataannya akan dikendalikan oleh pribadi yang terbina didalamnya nilai agama, yang akan menjadi pengendali perbuatannya. Inilah yang dinamakan insan yang bertaqwa.

B.       Saran
Penyusun berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca mengenai pendidikan moral. Dan demi penyempurnaan makalah, penulis membuka kritik yang konstruktif dari pembaca.








DAFTAR PUSTAKA

M.Ngalim. 1985. .Ilmu Pendidikan-Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sjarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta : Bumi Aksara Hasyim, Umar. 1991. Cara Mendidik Anak Dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.Purwanto,
Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.
http://arminaven.blogspot.com/2011/06/pendidikan-agama-dalam-keluarga.html
http://binham.wordpress.com/2012/04/21/pengertian-pendidikan-agama-islam/
http://furqonart.wordpress.com/2007/09/13/cinta-monyet/
http://indonesian.irib.ir/keluarga1/-/asset_publisher/3HXo/content/agama-dan-keluarga-yang-sehat-aktualkan-potensi-spiritual-anak-anda
http://rizqa15.student.fkip.uns.ac.id/2012/05/08/pentingnya-pendidikan-moral-sebagai-salah-satu-bidang-studi-di-sekolah-dasar-sd/