BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
dasarnya manusia itu sendiri ingin berbuat yang terbaik, tetapi dalam
kehidupannya yang serba maju dimana anak-anak kita sudah banyak terpengaruh
budaya luar, sehingga banyak anak usia sekolah yang mengalami perubahan akhlak.
Selain itu akhir-akhir ini terutama remaja menjadi fenomenal untuk dikaji dan
diteliti oleh banyak kalangan khususnya dalam persoalan moral dan perilakunya,
ada perbedaan moral dan sikap yang dimiliki oleh remaja pada masa sekarang
dengan remaja pada masa dahulu. Remaja pada masa dahulu lebih mengedepankan
moral dan sikapnya dibandingkan dengan ego (nafsu), sehingga muncul dalam pola
tindaknya kesopanan dalam bergaul, menghormati orang yang lebih tua, memiliki
tutur kata yang lembut dan lain sebagainnya. Tetapi sebaliknya, remaja pada
masa sekarang lebih mengedepankan egonya dari pada nilai moral dan sikap,
sehingga yang muncul adalah sikap mau menang sendiri, tidak mau disalahkan
meskipun dalam keadaan yang bersalah dan tidak mau menghormati orang lain.
Terjadinya
perbedaan pola sikap dan pola tindak remaja masa sekarang dengan remaja masa
dahulu tidak terlepas dari pengaruh globalisasi. Dalam kehidupan bermasyarakat
arti sebuah moral sangat penting. Dalam kehidupan sehari-hari seorang anak
dapat dikatakan bermoral apabila dalam menjalani kehidupannya ia mengenal yang
disebut dengan adat istiadat, kebiasaan, peraturan/ norma-norma, nilai-nilai
atau tata cara dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua memegang peranan penting dalam melaksanakan
pendidikan agama dirumah. Namun yang lebih penting orang tua diharapkan dapat
menjadi teladan dalam segala hal. Karena kita tahu bahwa anak-anak adalah
harapan kita semua sebagai generasi penerus Bangsa. Apabila akhlak anak-anak
kita rusak, apa yang kita harapkan dari mereka melainkan kehancuran. Oleh sebab
itulah untuk menghindarkan hal-hal yang tidak kita inginkan, maka mulai usia
dini perlu kita tanamkan pengisian akhlak kepada anak-anak agar mereka menjadi
pemimpin Bangsa yang beriman. Akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan
dibiasakan oleh karena itu ajaran agama diajarkan secara bertahap, juga harus
diikuti secara terus menerus bentuk pengalamannya, baik disekolah maupun diluar
sekolah.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia
menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan
Agama. Keberhasilan pendidikan agama
tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama, tetapi semuanya menjadi tanggung
jawab kita bersama. Agar akhlak anak sebagai pemimpin bangsa nantinya akan
berhasil membangun tanah airnya untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan
makmur.
B.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan makalah ini lebih
ditekankan pada melihat dan mengukur seberapa pentingnya pendidikan agama bagi
anak usia dini dalam mengembangkan moralitas anak tersebut.
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan Karya Tulis ini adalah sebagai berikut :
- Sebagai suatu keharusan bagi mahasiswa
program SI PGSD guna memenuhi sebagian dari tugas dosen.
-
Untuk
menyadarkan kita para orang tua dan masyarakat bahwa pendidikan agama itu
sangat penting bagi anak usia sekolah dasar agar mereka menjadi anak yang
memiliki akhlakul karimah.
-
Menambah
wawasan kami dalam hal pendidikan, khususnya mengenai perkembangan nilai,
moral, dan sikap remaja. Hal ini sangat penting khususnya bagi calon pendidik
yang nantinya akan terjun ke dalam dunia pendidikan guna memahami berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan peserta didik.
D.
Manfaat
Dalam kaitan dengan betapa pentingnya peranan
pendidikan agama penyusun mencoba untuk
mendiskripsikan dalam bentuk tulisan tentang pemahaman pendidikan agama ini dan
perkembangan moral. Secara lebih spesifik, tulisan ini bermanfaat:
1.
Bagi pemerintah Indonesia
Makalah ini bermanfaat untuk memberikan inovasi baru
dalam dunia pendidikan khususnya lembaga pendidikan sekolah mengenai dijadikannya pendidikan agama sebagai
salah satu mata pelajaran pengembangan moral di sekolah.
2.
Bagi mahasiswa calon guru sekolah dasar
Makalah ini bermanfaat menambah wawasan mengenai
pembentukan moral anak usia dini.
3. Bagi pembaca
Makalah ini bermanfaat menambah pengetahuan bagi
pembaca.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Agama
1. Definisi Pendidikan Agama
Menurut
bahasa, pendidikan berasal dari kata “didik” yang artinya melatih atau mengajar
dan mendapat awalan pen- dan akhiran-an. Dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah
Paedagodie yang berarti pergaulan dengan anak-anak sedangkan menurut Istilah
Pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Sedangkan
menurut terminologi agama adalah suatu tata kepercayaan atas adanya yang Agung
diluar manusia, dan suatu tata penyembahan kepada yang Agung tersebut, serta
suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung, hubungan
manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Alam yang lain, sesuai
dengan tata kepercayaan dan tata penyembahan tersebut. Selain itu Pendidikan Agama seperti yang dijelaskan pada
undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 30 BAB IV menjelaskan bahwa
pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menajdi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan
menjadi ahli ilmu agama.
Berdasarkan
pengertian umum tersebut, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, Zakiyah Darajat dan kawan-kawan (2000)
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam adalah :
“Suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya
setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di
dalam ajaran agama secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta
tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan
ajaran-ajaran agama yang telah dianutnya itu sebagai pandangan
hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan
akhirat kelak.
Kemudian
dalam edaran Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI,
sebagaimana dikutip oleh Alisuf Sabri (1999) mengartikan bahwa “Pendidikan
Agama adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalakan agama melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau
latihan dengan memperhatikan tuntutan adalah menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional”.
2. Memahami Pentingnya Pendidikan Agama
Pelaksanaan pendidikan agama yang diberikan bukan
hanya menjadikan manusia yang pintar dan trampil, akan tetapi jauh daripada itu
adalah untuk menjadikan manusia yang memiliki moral dan akhlakul karimah.
Dengan moral dan akhlakul karimah yang dimilikinya akan mampu mengarahkan
minatnya untuk terus belajar mencari ilmu.
Pada akhirnya tujuan pendidikan itu tidak terlepas
dari tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang
kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dalam al-Qur’an sudah terang dikatakan bahwa
manusia itu diciptakan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Hal ini terdapat dalam
Al-qur’an Surat Adz-zariyat : 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
kecuali supaya mereka menyembah-Ku”.
Pendidikan yang paling
utama untuk diberikan kepada sang anak adalah pendidikan agama, karena agama
inilah yang akan membimbingnya untuk senantiasa berada didalam jalan kebaikan.
Dan dengan dia mengetahui tentang agamanya, maka dia akan mengetaui tentang
tujuan dia hidup di dunia ini.
Oleh karena itu,
hendaknya pendidikan yang pertama kali diberikan kepada sang anak adalah
mendidiknya untuk mengenal tentang aqidah yang benar, karena aqidah ini
merupakan pondasi bagi amalan-amalan yang akan dikerjakannya.
Pendidikan agama mempunyai peranan dalam
perkembangan moral dan mental anak diantaranya:
Ø Peranan Pendidikan Agama dalam
Mempengaruhi Kesehatan Mental Anak.
Sebagai sebuah disiplin ilmu semakin hari semakin dirasakan pentingnya pendidikan agama bagi anak, dan harus dipahami dan dimengerti secara tepat dasar dan tujuan psikologi agama tersebut. Karena dapat terlihat betapa longgarnya orang berpegangan kepada agama, sehingga banyak orang hidup menderita batin disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan agama yang mereka miliki.
Sebagai sebuah disiplin ilmu semakin hari semakin dirasakan pentingnya pendidikan agama bagi anak, dan harus dipahami dan dimengerti secara tepat dasar dan tujuan psikologi agama tersebut. Karena dapat terlihat betapa longgarnya orang berpegangan kepada agama, sehingga banyak orang hidup menderita batin disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan agama yang mereka miliki.
Dengan demikian, jelas kita
harus mendidik anak dengan pendidikan agama, sejak anak tumbuh dalam kandungan
sampai bayi lahir hingga dewasa, masih perlu kita bimbing.
Perkembangan pendidikan agama
bagi anak, pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam
keluarga, disekolah dan dalam masyarakat. Lingkungan banyak membentuk
pengalaman yang bersifat religius, (sesuai dengan ajaran agama) karena semakin
banyak unsur agama maka sikap, tindakan dan kelakuan dan caranya menghadapi
hidup akan sesuai dengan ajarana agama.
Setiap orang tua dan semua
guru ingin membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian
yang kuat dan sikap mental yang sehat dan yang terpuji. Semua itu dapat
diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal maupun yang non formal. Setiap
pengalaman yang dilalui anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun
prilaku yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
Masa pendidikan di usia dini
merupakan kesempatan pertama yang sangat baik, untuk membina pribadi anak setelah
orang tua, pendidikan merupakan dasar pembinaan pribadi dan mental anak.
Apabila pembinaan pribadi dan mental anak terlaksana dengan baik, maka si anak
anak memasuki masa remaja dengan mudah dan pembinaan pribadi dimasa remaja itu
tidak akan mengalami kesulitan.
Anak-anak akan bersifat sama
sopan dan hormatnya kepada orang lain seperti kita kepada mereka, jika
dibesarkan dilingkungan rumah dimana mereka diperlakukan dengan penuh
kewibawaan, kebaikan hati dan rasa hormat, akan besar pengaruhnya terhadap cara
mereka memperlakukan orang lain. Mereka akan sampai kepada keyakinan bahwa
begitulah cara mereka harus memperlakukan orang lain. Mereka juga cenderung
memperlakukan kita dengan cara melihat kita memperlakukan orang lain diluar
keluarga.
Pendidikan agama memberikan
hari dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mental anak-anak dengan
kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan yang
mulia. Karena pendidikan agama islam memelihara anak-anak supaya melalui jalan
yang lurus dan tidak menuruti hawa nafsu yang menyebabkan nantinya jatuh ke
lembah kehinaan dan kerusakan serta merusak kesehatan mental anak. Pendidikan agama mempunyai kedudukan tinggi dan paling utama, karena
pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak dan kesehatan mental anak
serta mengangkat mereka ke derajat yang lebih tinggi serta berbahagia di dunia
dan tenang kehidupannya.
3. Peran Orang Tua (Keluarga) dalam Pendidikan Anak
Orang tua dan anak-anak pada umumnya memiliki hubungan yang sangat erat
baik secara fisik dan emosional. Hubungan semacam ini membuat anak-anak merasa
aman dan dicintai. Peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya di lingkungan
keluarga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena keluarga merupakan
tempat pertumbughan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari
anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia
pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan
sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Pendidikan dan bimbingan dimulai sejak usia dini tujuannya adalah membuat
anak memiliki kepribadian yang Islami, dengan karakter dan moral yang baik,
prinsip-prinsip Islam yang kuat, memiliki sarana untuk menghadapi tuntutan
hidup dengan cara yang matang dan bertanggung jawab.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak adalah
sabda Rasulullah Saw. Yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau
majusi. Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam
keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia
Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih
sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh
dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.
Secara umum, dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
para orangtua dalam mendidik anak:
• Orang tua perlu memahami tentang apa yang dimaksud dengan
pendidikan anak dan tujuannya.
• Banyak menggali
informasi tentang pendidikan anak.
• Memahami kiat
mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam tahap-tahap
pertumbuhan pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
• Sebelum mentransfer
nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan
sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru dan
merekam segala perbuatan orang terdekat. Bersegera mengajarkan dan memotivasi
anak untuk menghafal Al- Quran. Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan
Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum
mengenal pengetahuan yang lain.
• Menjaga lingkungan
si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang diberikan
pada anak. Akan tetapi, dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai
dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu
fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas.
Pendidikan anak akan berhasil bila diwujudkan dengan mengikuti
langkah-langkah kongkrit dalam hal penanaman nilai-nilai agama pada diri anak.
Sehubungan dengan hal ini, Abdurrah-man
An-Nahlawi mengemukakan tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu:
a.
Dengan Hiwar
(dialog)
Mendidik anak dengan hiwar (dialog) merupakan suatu keharusan bagi orang
tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak harus ada pada setiap orang
tua. Dengan hiwar, akan terjadi komunikasi yang dinamis antara orang tua dengan
anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu, orang tua sendiri akan
tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anaknya.
b.
Dengan Kisah
Kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak.
Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah
sikapnya. Kalau kisah yang diceritakan itu baik, maka kelak ia berusaha menjadi
anak baik, dan sebaliknya bila kisah yang diceritakan itu tidak baik, sikap dan
perilakunya akan berubah seperti tokoh dalam kisah itu.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau
orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian
anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima
beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan
pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
c.
Dengan Keteladanan
Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau
perilaku orang tua baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku
orang tuanya buruk, maka biasanya anaknya meniru hal-hal buruk pula. Dengan
demikian, keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan
dalam mendidik anak.
Atau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh dan bermoral,
maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan
mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah
(naluri) dari setiap orang.
d.
Dengan Latihan dan Pengamalan Anak shalih bukan hanya
anak yang berdoa untuk orang tuanya.
Anak shalih adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran
agama dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran agama, seorang
anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran agama seperti
agama islam dengan shalat, puasa, berjilbab bagi yang puteri, dan sebagainya.
Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran agama,
meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan
kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin
dalam melaksanakan agama tersebut.
Dalam mendidik anak setidaknya ada dua macam kendala atau tantangan:
yakni tantangan yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal. Sumber
tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri, misalnya
ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah
tangga. Tuhan telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah
berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad).
Tantangan eksternal mungkin bersumber dari lingkungan rumah tangga, misalnya
interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya. Di samping itu peranan
media massa sangat pula berpengaruh dalam perkembangan tingkah laku atau
kepribadian anak. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun
elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat. Maka dari itu, peran pendidikan
agama penting agar seorang anak tidak secara langsung menerima
pengaruh-pengaruh yang buruk dari luar yang menyebabkan sikap dan tingkah
lakunya menjadi buruk pula. Disinilah peran orang tua juga penting agar mereka
dapat membatasi anak-anaknya dalam memilih teman pergaulan sehingga sang anak
tidak menjadi anak yang nakal.
Dalam pembelajaran moral pada anak pola asuh dan perlakuan orang-orang
tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan dan mendidik anak
dalam kehidupan sehari-hari menjadi ujung tombak untuk menjadikan anak memiliki
moral yang baik dalam kehidupannya. Karena peranan orang tua dianggap paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral seorang anak dalam hal ini dapat
dilihat dari perbedaan perkembangan seorang anak. Dalam hal ini dapat dilihat
dari perbedaan perkembangan moral anak ditinjau dari persepsi pola asuh orang
tua.
Dalam hal ini anak mulai menginternalisir moral-moral sebagaimana yang
orang dewasa tunjukkan. Selama 5 tahun pertama dalam kehidupannya, ia telah
mengamati bagaimana cara hidup orang dewasa menangani berbagai situasi.
Perkembangan moral pada anak akhir-akhir ini bisa dikatakan menurun, hal ini
bisa jadi disebabkan oleh pola asuh orang tua yang profektif yang justru akan
membuat anak dewasa sebelum waktunya.
Pembelajaran moral anak yang sesungguhnya dapat dilihat dari 2 aspek
yaitu pembelajaran moral dan pembelajaran perilaku pada diri individu anak.
Akan tetapi pembelajaran konsep moral tidak menjamin timbulnya tingkah laku
moral yang baik pada diri anak, karena tingkah laku moral tidak hanya
semata-mata dipengaruhi oleh pengetahuan tentang konsep moral, tetapi juga
ditentukan oleh banyak faktor, seperti tuntutan sosial, konsep pada diri anak
itu sendiri, kaluarga, lingkungan disekitar tempat tinggalnya dan sebagainya.
Salah satu faktor yang penting dalam menentunya dan sebagainya. Salah satu
faktor yang penting dalam menentukan perilaku moral pada diri anak adalah
kemampuan mengontrol perilakunya sendiri tanpa harus diawasi atau diingatkan
oleh orang lain. Dengan adanya pengaturan ini, anak akan mampu menunjukkan
bahwa dia mampu menahan perilaku tertentu secara tepat sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi dan hal itu hanya dapat dicapai pada diri anak yang
mempunyai orang tua yang demokratis dan lingkungan keluarga yang harmonis.
Pendidikan agama merupakan dasar pembentukan pribadi anak. Oleh karena
itu pembelaran nilai-nilai agama harus diterapkan sendiri mungkin bahkan saat
anak masih dalam kandungan sang ibu, karena menurut pengamatan saya pada saat
ibu yang sedang mengandung itu rajin sholat, membaca Al-Qur’an, rajin
berdzikir, tidak malas dalam melakukan sesuatu maka insya Allah anak yang
dilahirkn nanti akan menjadi anak yang rajin, pintar, cerdas dan gemar
melakukan kebijakan. Akan tetapi hal itu juga harus diimbangi dengan penerapan
nilai-nilai agama dan moral pada saat pertumbuhannya, untuk itu pembelajaran
nilai-nilai agama dan moral harus ditunjukkan sejak awal tumbuh kembangnya anak
agak kelak dikemudian hari saat ia sudah ada dilingkungan diluar dari
keluarganya anak memiliki kesadaran-kesadaran sebagai berikut :
1. Kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Sikap sopan santun dan berkepribadian
3. Rasa cinta terhadap sesama
4. Menumbuhkan jiwa demokrasi.
5. Memiliki rasa, keadilan, kejujuran, kebenaran dan suka menolong orang
lain.
4. Pembiasaan Pendidikan Agama Pada Anak
Sebagai orang tua atau seorang
guru maka ia harus menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat
diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan yang sesuai dengan kemampuan,
kepribadian dan perkembangan jiwa anak tersebut, karena adanya latihan dan
pembiasaan anak akan terbiasa sehingga akan terbentuk seikap tertentu pada anak
yang makin lama sikap ini makin kuat dan tak tergiyahkan karena telah menjadi
bagian dari dalam diri pribadi anak tersebut.
Untuk membina anak agar
memiliki sifat terpuji, tidak cukup hanya dengan penjelasan dan pengertian saja
sulitnya bagi orang tua atau pendidik untuk menanamkan nilai-nilai terkandung
dalam agama maka dengan melakukan pembiasaan dan latihan-latihan dan menolong
para orang tua untuk menanamkan nilai-nilai agama pada anak karena dengan
latihan dan pembiasaan anak cenderung untuk menerima segala apa yang baik dan
meninggalkan segala yang buruk. Demikian pula dengan pendidikan agama, dari
sejak kecil hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan yang bersifat agama
diberikan kepada anak. Dalam melaksanakan pendidikan agama disekolah guru agama
haruslah melaksanakan pendidikan agama sesuai dengan umur anak masing-masing,
karena kesanggupan untuk mendengarkan penjelasan guru dan orang tua maupun
orang dewasa bagi anak terbatas, bahwa apa yang diberikan oleh orang dewasa
tidak cocok untuk diberikan kepada anak. Agar agama mempunyai arti bagi anak
maka hendaklah disajikan dengan cara yang sesuai atau lebih dekat dengan
kehidupan anak itu sehari-hari.
Pengalaman dan pendidikan agama yang anak dapat dari orang tuanya dirumah kemudian disempurnakan atau diperbaiki oleh guru agama disekolah, karena dirumahlah untuk pertama kali terbentuk unsur penting sikap atau tingkah laku anak terhadap agama.
Pengalaman dan pendidikan agama yang anak dapat dari orang tuanya dirumah kemudian disempurnakan atau diperbaiki oleh guru agama disekolah, karena dirumahlah untuk pertama kali terbentuk unsur penting sikap atau tingkah laku anak terhadap agama.
Pembiasaan pendidikan agama
terhadap anak harus dilakukan terus menerus sampai anak menjadi orang yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbakti kepada kedua orang tua, selain
itu diajarkan menghafal do’a-do’a membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah atau di
tempat ibadah mestinya dibiasakan sejak anak masih kecil, sehingga
lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut, walau
bagaimanapun pendidikan agama itu akan lebih mudah diterima dan difahami anak
melalui latihan-latihan dan pembiasaan yang disesuaikan dengan kecerdasan
masing-masing anak.
5. Akibat Kurangnya
Pendidikan Agama pada Anak
Khususnya terhadap para siswa Sekolah Dasar (SD)
pendidikan agama sangat penting sebagai benteng sejak dini dari hal-hal yang
tidak baik. Terlebih saat ini, realitas menunjukkan bahwa anak-anak usia dini
sudah banyak terlibat dengan perilaku tidak baik, seperti tawuran, perilaku
amoral/asusila, narkoba, pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain. Berdasarkan
hasil survey Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Kita dan Buah hati
menunjukkan bahwa 67% siswa SD pernah mengakses pornografi melalui media komik
dan internet. Survey yang dilakukan meliputi 2.818 siswa SD kelas 4-6 di
Indonesia sejak Januari 2008 s/d Februari 2010. Akibat labih jauh dari minimnya
pendidikan agama sejak SD, maka perilaku menyimpang di usia SMP semakin
meningkat. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7%
remaja putri SMP di Indonesia sudah tidak perawan.
Hasil lain, ternyata 93.7% siswa SMP dan SMA pernah
berciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi dan 97% remaja SMP dan SMA
pernah melihat film porno. Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita untuk
membekali anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) khususnya dengan dasar ilmu agama
yang layak.
B. Perkembangan
Moral
1. Perkembangan
Moral Anak Usia Dini
Manusia
merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan
mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan
berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan
melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami
perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan
moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto, 2005:
67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka
manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi
perkembangan moralnya.
2.
Kondisi
Moral Anak Usia Sekolah Dasar Saat Ini
Negara Indonesia sekarang ini sedang mengalami krisis moral. Moral
anak-anak yang notabene adalah calon para penerus bangsa kini malah mulai
tergerus oleh arus jaman, maka memang tidak salah bila ada pepatah orang tua
yang mengatakan “Jaman siki jamane wong edan” yang artinya jaman sekarang
memang jaman orang yang tidak normal,betapa tidak kini dengan mudah dijumpai
anak – anak yang sangat tidak mencerminkan perilaku moral yang baik dan
terpuji. Terdapat beberapa contoh ciri – ciri anak usia sekolah dasar yang
memiliki moral rendah antara lain :
a. Tidak patuh terhadap orang tuanya
a. Tidak patuh terhadap orang tuanya
Salah satu ciri anak yang tingkat moralitasnya menurun yaitu anak
tersebut tidak patuh pada orang tuanya. Tidak patuh disini berarti tidak mau
menerima perintah orang tua untuk menjalankan perilaku terpuji. Contohnya anak
yang diperintah untuk mengetuk pintu dan mengucapkan salam bila memasuki rumah,
namun anak tersebut tetap teguh pendirian untuk tidak mau melaksanakannya .
b. Berperilaku kasar
Namun saat sekarang ini banyak sekali anak yang hyperaktif sehingga anak
tersebut kurang dapat mengendalikan emosinya, hyperaktif disini dimaksudkan
anak – anak bertindak pada perilaku – perilaku negative yang biasanya mereka
terima dari pengaruh lingkungannya karena sistem pikiran anak usia 7 – 12 tahun
masih pada tahapan imitasi.
Perilaku negative anak dapat ditujukan contohnya saat ini terdapat anak yang sering terlibat perkelahian dan adu mulut dengan teman sebayanya, berani membentak orang tua, berbicara dengan kata – kata kasar.
Perilaku negative anak dapat ditujukan contohnya saat ini terdapat anak yang sering terlibat perkelahian dan adu mulut dengan teman sebayanya, berani membentak orang tua, berbicara dengan kata – kata kasar.
c. Acuh tak acuh pada pelajaran
Salah satu contoh ciri – ciri anak yang memiliki keterbelakangan moral
rendah yaitu acuh tak acuh pada pelajaran yang mereka terima. Biasanya guru –
guru sekolah dasar menyebut mereka sebagai anak yang sulit diatur. Untuk dapat
mengatasinya diperlukan suatu motivasi yang memberikan mereka kesadaran akan
pentingnya pendidikan dan para pendidik harus mampu mengkondisikan pelajaran
yang menyenangan bagi anak agar anak dapat mengikuti dengan baik walaupun anak
tersebut sulit diatur sekalipun.
d..Bersikap seperti orang dewasa
Saat ini banyak sekali kasus – kasus pada anak usia sekolah menyangkut
perilaku seks yang seharusnya belum mereka ketahui saat masih dini. Kebrobokan
moral yang menyangkut seksualitas anak usia dini ini merupakan dampak negative
dari media – media yang tersebar dilingkungan anak.
Contoh media tersebut antaralain televisi yang menampilkan adegan –
adegan percintaan yang seharusnya tidak perlu diekspos secara gamblang, media
telefon genggam yang seringkali terdapat video atau gambar – gambar porno
3. Konsep-konsep
Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Menurut
Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.36), anak-anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter
pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral
atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh
komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus,
dan komprehensif. Pengembangan moral anak usia dini melalui
pengembangan pembiasaan berperilaku dalam keluarga dan sekolah.
a. Pengembangan
berperilaku yang baik dimulai dari dalam keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk melatih
berbagai kebiasaan yang baik pada anak.
Menurut
Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah dkk. (2007:
8.38 – 8.41), ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip
dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.
1) Moralitas
penghormatan
Hormat merupakan kuci utama
untuk dapar hidup harmonis dengan masyarakat. Moralitas penghormatan mencakup:
a) Penghormatan
kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak terlibat dalam
perilaku yang merugikan diri sendiri.
b) Penghormatan
kepada sesame manusia meskipun berbeda suku, agama, kemampuan ekonomi, dst.
c) Penghormatan
kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan.
2) Perkembangan
moralitas kehormatan berjalan secara bertahap
Anak-anak
tidak bisa langsung berkembang menjadi manusia yang bermoral, tetapi memerlukan
waktu dan proses yang terus menerus, dan memerlukan kesabaran orang tua untuk
melakukan pendidikan tersebut.
3) Mengajarkan
prinsip menghormati
Anak-anak
akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa pihak lain
menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati anaknya.
Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan menghargai
pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.
4) Mengajarkan
dengan contoh
Pembentukan
perilaku pada anak mudah dilakukan melalui contoh. Oleh karena itu contoh
nyata dari orang tua bagaimana seharusnya anak berperilaku harus diberikan.
Selain itu, orang tua juga bisa membacakan buku-buku yang di dalamnya terdapat
pesan-pesan moral. Orang tua hendaknya mengontrol acara-acara televisi yang
sering ditonton anaknya, jangan sampai acara yang disukai anak adalah acara
yang berpengaruh buruk pada perkembangan moralnya.
5) Mengajarkan
dengan kata-kata
Selain
mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan kata-kata apa
yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta dikatakan sebagai
tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya kepadanya.
6) Mendorong
anak unruk merefleksikan tindakannya
Ketika anak
telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan adiknya sehingga
adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak lain yang merebut
mainannya, apa reaksinya.
7) Mengajarkan
anak untuk mengemban tanggung jawab
Anak-anak
harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu peduli pada
sesamana. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian tanggung
jawab.
8) Mengajarkan
keseimbangan antara kebebasan dan kontrol
Keseimbangan
antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan moral
anak. Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang akan dilakukannya
namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.
9) Cintailah
anak, karena cinta merupakan dasar dari pembentukan moral
Perhatian
dan cinta orang tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan
karakter yang baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka mereka
juga belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.
10) Menciptakan
keluarga bahagia
Pendidikan
moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha menjadikan anak
menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak mendapatkan
pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha mewujudkan
keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua
sehubungan dengan erkembangan moral anaknya.
b. Pengembangan
kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah
Perkembangan
moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997)
dan Megawangi 2004) dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.41 – 8.42), bahwa
lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan
moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti
pendidikan pada taman kanak-kanak. Menurut Schweinhart (Siti Aisyah dkk., 2007:
8.42), pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan
pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.
Di lembaga pendidikan formal
anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting.
Oleh karena itu, menurut Megawangi (Siti Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus
memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1) Memperlakukan
anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.
2) Memberikan
perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik
anak didiknya.
3) Menjadikan
dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.
4) Membetulkan
perilaku yang salah pada anak didik.
4. Strategi
dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Pengembangan
moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan
perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta
pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan
menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral
pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2.
Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).
1. Strategi Latihan dan
Pembiasaan
Latihan
dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku
tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan pembiasaan
terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak
dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya,
maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau
orang tuanya.
2. Strategi
Aktivitas Bermain
Bermain
merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan
dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil penelitian
Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral
anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain
sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan
mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama
temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak
bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.
3. Strategi Pembelajaran
Usaha
pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran
moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai dan
pengembangan watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan
perilaku seseorang seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan
(Wantah, 2005: 123).
Pembelajaran
moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang
terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini
ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari
segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda
orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 – 2
tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan
pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun
pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam
memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi
pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.
Secara umum
ada berbagai teknik yang dapat diterapkan untuk mengembangkan moral anak usia
dini. Menurut Wantah (2005: 129) teknik-teknik dimaksud adalah: 1. membiarkan,
2. tidak menghiraukan, 3. memberikan contoh (modelling), 4.
mengalihkan arah (redirecting), 5. memuji, 6. mengajak, dan 7.
menantang (challanging).
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Deskripsi
Data
Membahas masalah
moral, disini kami mempunyai beberapa berita yang kami unduh dari beberapa
media cetak online, diantaranya:
1.
Atasi
Tawuran, Menag Tingkatkan Pendidikan Agama
INILAH.COM, Jakarta - Menteri Agama Suryadharma Ali
menilai maraknya aksi tawuran dikarenakan kurangnya pendidikan Agama. Oleh
sebab itu, Kementerian Agama berencana akan meningkatkan pendidikan agama
masyarakat.
Tawuran itukan karena ada egoisme kampung, gang. Ada
satu anak gang dicolek terasa seperti seluruhnya. Jangan sampai seperti itu,
ujar Suryadharma di Kantor Presiden, Senin (25/7/2011).
Untuk mencegah aksi tawuran itu, sambung Suryadharma
Ali, perlu pelajaran agama yang baik. Karenanya Menag berencana akan kembali
meningkatkan pendidikan agama masyarakat. Salah satu solusinya adalah pelajaran
agama yang lebih baik. Karena agama itu mengajarkan akhlak, sopan santun,
toleransi, dan lain-lain, ujar Suryadharma.
Ketua Umum PPP
ini juga mengatakan masyarakat sekarang ini banyak yang tidak memiliki
pemahaman keagamaan. Kita lihat di masjid-masjid, mushola, rumah-rumah
kebiasaan masa lalu, mengaji sudah jarang lagi, ujarnya. Oleh karenanya, kata
Suryadharma Ali, pemerintah dalam hal ini Menag akan menggalangkan kembali
masyarakat magrib mengaji. Selain itu, dalam rangka menanamkan pengetahuan
agama lebih baik, Menag akan melaksanakan program nasional pesantren kilat.
Madrasah yang tidak memiliki pondok pesantren bisa
mengadakan pesantren kilat di bulan Ramadan. Mudah-mudahan pengetahuan agama
lebih dalam, tidak mudah dimasuki paham agama yang keras untuk menangkal
radikalisme, ujarnya......................
Berita Lengkap: http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1733342/atasi-tawuran-menag-tingkatkan-pendidikan-agama
2. Agama dan Pemberantasan Korupsi
Negeri ini tidak pernah sepi dari kasus-kasus korupsi,
bahkan korupsi nyaris tidak bisa dimusnahkan. Kasus korupsi paling mutakhir
adalah kasus Nazaruddin dengan koleganya. Kasus mantan bendahara umum Partai
Demokrat (PD) ini tidak hanya mencengangkan, tetapi juga memuakkan. Ia merendahkan
akal sehat dan martabat kita sebagai bangsa yang bermartabat.
Masalah korupsi di negeri ini memang tidak pernah
surut. Korupsi merupakan fenomena kompleks dan sering kali muncul dalam banyak
wajah (multifaceted phenomenon) dengan sebab dan akibat yang juga beragam. Dari
kompleksitas tersebut, korupsi dapat dipahami bukan lagi merupakan persoalan
yang terkait dengan problem struktural, baik politik maupun ekonomi, melainkan
juga terkait erat dengan problem moral, individu, dan agama.
Namun demikian, walaupun korupsi di negeri ini sudah
mewabah, masyarakat kita tidak melihat bahwa korupsi tersebut merupakan
permasalahan yang krusial dan urgen untuk ditanggulangi. Malahan sebagian
masyarakat mulai menyerap ide-ide tindakan korupsi. Pintu toleransi masyarakat
terhadap tindakan korupsi semakin hari semakin meningkat. Padahal, semestinya
sebagai masyarakat yang beragama tentunya bisa menyadari hal itu, bahwa
tindakan korupsi adalah perbuatan yang dilarang oleh agama dan perlu dilawan.
Lemahnya pengawasan
Setidaknya berbagai kasus korupsi yang terus mencuat
di negeri ini dapat dibaca dari beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya
tindakan korupsi itu terus berlanjut. Pertama, pengawasan pembangunan yang
tidak efektif. Selain tidak seimbangnya gaji dan keperluan, pengawasan
pembangunan praktis nyaris tidak berjalan padahal pengawasan itulah yang
menentukan berlaku atau tidaknya korupsi. Kita sering mendengarkan korupsi di
berbagai proyek pembangunan yang merugikan negara sampai miliaran rupiah. Kasus
pembangunan wisma atlet SEA Games, misalnya, merupakan bukti kecil betapa
lemahnya sistem pengawasan pembangunan kita sehingga merugikan bangsa dan
negara dalam jangka yang cukup lama.
Kedua, lemahnya resistensi masyarakat terhadap
pelbagai stimulus yang memberi andil tehadap tindak korupsi. Para pemimpin
agama “lemah” dalam mengampanyekan gerakan antikorupsi secara intensif.
Dan yang ketiga, dalam kaitannya dengan keberagaman,
telah terjadi spilt of religiosity di kalangan para pemeluk agama akibat dari
model pendidikan agama yang telalu menekankan segi simbolis dan formalisme.
Keberagaman individu dalam masyarakatpun tampaknya mengalami keterbelahan.
Banyak pelaku korupsi adalah orang-orang yang rajin berdoa dan taat dalam
memenuhi aturan agama.
Keempat, masyarakat kurang mempunyai daya tahan dan
daya lawan terhadap situasi dan kondisi yang menyuburkan korupsi, seperti
birokrasi yang berbelit dan tidak transparan. Tidak sedikit serah terima uang
tanpa kuitansi terkait dengan urusan birokrasi dalam kemasyarakatan dan tidak
ada pula yang menyerukan serta berani melawan hal itu.
Bila keempat penyebab timbulnya tindakan korupsi
tersebut tidak segera ditemukan langkah-langkah progresif pemberantasan yang
sistematis, problem ini tentunya akan sangat membahayakan. Mengingat tingkat
toleransi masyarakat terhadap korupsi kian meningkat, seiring dengan tidak
adanya kesadaran yang tertanam dalam diri kehidupannya masyarakat.
Peran agama
Peran agama
Lalu yang
menjadi pertanyaan kemudian, dimanakan peran agama dalam menjalankan fungsinya
sebagai kontrol dan petunjuk bagi kehidupan masyarakat? Sehubungan dengan ini,
kalangan umat beragama di negeri ini membangun koalisi untuk menggemakan
kembali peran profetik agama, khususnya masalah yang terkait dengan korupsi.
Yakni dengan mengembangkan kembali sikap antikorupsi secara komprehensif,
strategis, sistematis, dan masif.
Selain di luar agenda penegakan hukum, korupsi
semestinya ditempatkan sebagai salah satu agenda moral masyarakat. Dalam hal
ini pemberantasan korupsi tidak saja bersifat kuratif, dengan cara memberikan
hukuman setimpal kepada para pelaku tindakan kejahatan korupsi. Lebih jauh dari
itu, langkah-langkah pemberantasan korupsi mesti mencakup upaya-upaya preventif
dan preservatif.
Upaya preventif yang dimaksudkan di sini adalah upaya
memotong jalur sosialisasi nilai-nilai korupsi ke bawah sadar masyarakat.
Artinya, nilai-nilai yang memberikan toleransi kepada tindak korupsi harus
dipangkas habis, dengan cara memasukkan wacana tandingan. Sedangkan upaya
preservatif dimaksudkan untuk memberikan serangkaian perlindungan dan kemampuan
resistensi bagi individu ataupun elemen-elemen sosial yang lebih besar yang
telah menyerap nilai-nilai antikorupsi.
Di sini, salah satu institusi sosial yang diharapkan dapat memberikan peran efektif bagi pemberantasan korupsi adalah agama. Harapan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, secara historis agama telah menunjukkan kemampuannya dalam memobilitas warganya untuk mencapai tujuan-tujuan positif. Agama, antara lain telah menunjukkan kekuatannya terutama dalam pembebasan bangsa dari belenggu kolonialisme dan “penjajahan” orde baru.
Di sini, salah satu institusi sosial yang diharapkan dapat memberikan peran efektif bagi pemberantasan korupsi adalah agama. Harapan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama, secara historis agama telah menunjukkan kemampuannya dalam memobilitas warganya untuk mencapai tujuan-tujuan positif. Agama, antara lain telah menunjukkan kekuatannya terutama dalam pembebasan bangsa dari belenggu kolonialisme dan “penjajahan” orde baru.
Kedua, secara normatif seluruh agama mengutuk segala
tindakan korupsi. Agama merupakan kekuatan moral yang oleh para pemeluknya
diyakini bersumber dari the Ultimate Truth. Kekuatan moral ini memberikan batas
yang dasarnya bukan sekadar kekuatan moral namun juga kekuatan sosial dalam
pengertiannya sebagai lembaga.
Dalam konteks yang demikian, posisi agama mestinya
memiliki daya tawar yang cukup kuat terhadap kekuasaan yang korup. Bahwa
kesetiaan umat beragama terhadap negara harus dikembangkan. Apakah
penyelenggaraan negara sesuai dengan prinsip-prinsip dasar moral, sebagian
ditegaskan dalam ajaran agama. Peran agama inilah yang perlu diintegrasikan dalam
kehidupan masyarakat dalam rangka mendukung pemberantasan korupsi.
Sumber: Harian Joglo Semar
2. Pembahasan
Dari beberapai berita diatas
terdapat point penting mengenai pendidikan agama dan perkembangan moral.
Jelaslah bahwa pendidikan agama merupakan pendidikan yang harus diberikan
kepada anak pertama kali. Melalui pendidikan ini di mungkinkan anak dapat
membentengi segala tindakan negative yang akan dilakukan oleh anak.
Seperti yang dapat saya kutip dari berita tentang
tawuran di atas yakni “ Untuk mencegah aksi tawuran itu, sambung Suryadharma
Ali, perlu pelajaran agama yang baik. Karenanya Menag berencana akan kembali
meningkatkan pendidikan agama masyarakat. Salah satu solusinya adalah pelajaran
agama yang lebih baik. Karena agama itu mengajarkan akhlak, sopan santun,
toleransi, dan lain-lain, ujar Suryadharma.” Mentri agama pun mendukung penuh
agar pendidikan agama bisa dijadikan pendidikan utama baik di sekolah maupun
masyarakat.
Begitupun yang dapat kami kutip dari berita ke dua
yang di tulis oleh Imam Nawawi (Peneliti pada Ethic of Counsciousness
Community, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ) bahwa “Di sini, salah satu institusi
sosial yang diharapkan dapat memberikan peran efektif bagi pemberantasan
korupsi adalah agama. Harapan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan.
Pertama, secara historis agama telah menunjukkan kemampuannya dalam memobilitas
warganya untuk mencapai tujuan-tujuan positif.”
Berdasarkan dua kutipan berita tersebut Di sini terlihat
pendidikan begitu penting dalam membentuk kepribadian termasuk moral. Hal
tersebut akan semakin nyata jika sekolah sebagai lembaga pendidikan berupaya
menanamkan dan mengembangkan moral anak dengan melalui pendidikan agama.
A. Solusi
- Bagi orang tua
Begitu besar fungsi dan peran orang tua sehingga ia mampu membentuk moral
anak-anak mereka. Setiap bayi yang dilahirkan membawa membawa potensi beragam,
namun bentuk perilaku yang akan muncul tergantung dari bimbingan, pemeliharaan
dan pengaruh orang tua mereka. Sehingga tepatlah kalau dikatakan pendidikan
keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan moral anak. Pendidikan
tersebut kemudian ditambah dan disempurnakan di sekolah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan keluarga.
Maka dalam hal ini pengetahuan dan penentuan sekolah yang tepat bagi anak dalam
rangka membentuk dan mengembangkan moral anak adalah sangat penting. Mungkin
saja yang berasal dari keluarga yang taat beragama akan menyekolahkan anaknya
pada sekolah-sekolah agama. Yang jelas lembaga pendidikan tersebut akan memberi
pengaruh dalam membentuk moral anak tersebut.
Selain itu didalam memberikan latihan-latihan dan
pembiasaan agama pada anak maka orang tua atau seorang pendidik hendaklah
terlebih dahulu menciptakan suasana yang disenangi anak sehingga dengan
demikian akan memudahkan pertumbuhan dan perkembangan agama pada anak.
- Bagi lembaga pendidikan formal
Mengingat pentingnya penanaman moral bagi peserta didik, ada beberapa
usulan agenda pendidikan bermuatan moral yang harus segera direalisasikan:
Pendidikan harus berdasarkan nilai-nilai agama, budaya, dan adat istiadat
bangsa yang bernilai luhur. Nilai-nilai ini ditanamkan (diinternalisasikan) ke
dalam diri peserta didik harus secara komprehensif dan melekat dalam setiap
mata pelajaran. Dalam setiap mata pelajaran seharusnya ada pesan nilai dan
moral tersebut untuk kemudian dihayati dan dipraktekan dalam kehidupan
sehari-hari.
Namun pendidikan agama yang diajarkan di sekolah hendaknya tidak hanya
berupa pemberian pengetahuan agama. Akan tetapi lebih luas daripada itu yaitu
menggugah perasaan/emosi anak, sehingga nilai-nilai agama akan lebih tertanam
dan dihayati oleh anak didik.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sekarang merupakan saat yang tepat untuk memulai memformat kembali pola
pendidikan yang sudah berjalan. Rencana dan realisasinya bukan semata-mata
beroritentasi pada materi pelajaran dan kognisi, melainkan juga perhatian dan
stimulasi terhadap asfek non kongnisi antara lain berupa, kecerdasan moral,
emosi dan spiritual.
Pendidikan agama yang diberikan kepada anak hendaklah secara keseluruhan
atau seutuhnya, mulai dari pemberian pengetahuan, pembinaan, sikap, dan
kepribadi-annya sampai kepada pembinaan tingkah laku (akhlak) sesuai dengan
ajaran agama. Dengan pendidikan agama ini diharapkan tercipta suatu menifestasi
riil yang tercermin dalam perilaku bermoral. Agama menjadi kepribadian anak
dimana segala sikap, tindakan, perbuatan, dan perkataannya akan dikendalikan
oleh pribadi yang terbina didalamnya nilai agama, yang akan menjadi pengendali
perbuatannya. Inilah yang dinamakan insan yang bertaqwa.
B.
Saran
Penyusun berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca mengenai pendidikan moral. Dan demi penyempurnaan makalah, penulis membuka kritik yang konstruktif dari pembaca.
Penyusun berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca mengenai pendidikan moral. Dan demi penyempurnaan makalah, penulis membuka kritik yang konstruktif dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
M.Ngalim. 1985. .Ilmu Pendidikan-Teoritis dan Praktis.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sjarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta :
Bumi Aksara Hasyim, Umar. 1991. Cara Mendidik
Anak Dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.Purwanto,
Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: Rosda Karya.
http://arminaven.blogspot.com/2011/06/pendidikan-agama-dalam-keluarga.html
http://binham.wordpress.com/2012/04/21/pengertian-pendidikan-agama-islam/
http://furqonart.wordpress.com/2007/09/13/cinta-monyet/
http://indonesian.irib.ir/keluarga1/-/asset_publisher/3HXo/content/agama-dan-keluarga-yang-sehat-aktualkan-potensi-spiritual-anak-anda
http://rizqa15.student.fkip.uns.ac.id/2012/05/08/pentingnya-pendidikan-moral-sebagai-salah-satu-bidang-studi-di-sekolah-dasar-sd/